17 Bangunan Bersejarah Di Tanah Air Kita
Untuk memperingati Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Ke-68, pada tanggal 17 Agustus yang jatuh pada hari ini, penulis ingin sekali kembali mengangkat kisah-kisah sejarah yang tersimpan di balik keberadaan ke-17 bangunan bersejarah di tanah air kita ini. Sekedar mengingatkan kita kembali pada perjuangan para pendahulu kita, yang sudah mengorbankan jiwa, raga dan harta untuk mempertahankan tanah air kita tercinta.
Perjalanan sejarah bangsa Indonesia banyak meninggalkan beragam situs dan bangunan yang memiliki nilai historis yang tinggi, yang menyimpan banyak bukti-buktii sejarah dan kisah-kisah mengenai peristiwa-peristiwa penting dari perjalanan sejarah bangsa ini. 17 Bangunan bersejarah di tanah air kita dalam artikel ini, baru sebagian kecil dari begitu banyaknya peninggalan sejarah yang ada di tanah air kita. Banyak diantaranya yang masih berdiri kokoh, terjaga dan terawat rapi, dan menjadi obyek wisata sejarah, namun tidak sedikit dari banguna
n-bangunan bersejarah di tanah air kita tercinta ini terbengkalai, tidak terawat, bahkan yang sangat menyedihkan adalah tidak sedikit bangunan-bangunan bersejarah di negeri ini sudah lenyap keberadaannya.
Tugu dan Rumah Kediaman Bung Karno dan Ibu Fatmawati - Jakarta.
Keberadaan “Tugu Peringatan Satoe Tahoen Republik Indonesia” dan rumah kediaman Bung Karno dan Ibu Fatmawati di jalan Pegangsaan Timur No.56 ini sebenarnya sudah tidak ada. Di sekitar tahun 60-an, Bung Karno sendiri yang memerintahkan untuk dibongkar, karena akan dibangun tugu peringatan Proklamasi yang baru, berikut gedung berlantai enam ( Gedung POLA ), yang pada tanggal 1 Januari 1961 diresmikan mulai pembangunannya oleh Bung Karno. Tugu yang baru diberi nama Tugu Proklamasi atau Tugu Petir. Tugu ini berbentuk silinder dengan ketinggian 17 meter dengan simbol petir di ujungnya. Lokasinya berada tepat dimana Bung Karno dan Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan.
Tugu Petir |
Bangunan bersejarah Rumah Kediaman Bung Karno di jalan pegangsaan ini bergaya arsitektur Hindia Belanda. Rumah dengan halaman yang luas dan ditumbuhi pepohonan-pepohonan yang rimbun ini ditempati Bung Karno dan Ibu Fatmawati sejak tahun 1942. Atas prakarsa Ikatan Wanita Djakarta, pada 17 Agustus 1946, diresmikanlah “Tugu Peringatan Satoe Tahoen Republik Indonesia”. Tugu ini bertempat di sisi timur di halaman kediaman Bung Karno.
Rumah Kediaman Laksamana Maeda - Jakarta.
Bangunan bersejarah ini masih dapat kita nikmati keberadaannya. Bangunan ini berada di jalan Imam Bonjol No.1, Jakarta Pusat. Bangunan ini memang berada di kawasan elit Batavia yang sudah dibangun sejak tahun 1920an sebagai bagian dari rencana perluasan kota ke arah selatan yang dimulai dari pusat kota (Weltevreden – Gambir dan sekitarnya ).
Kediaman Laksamana Maeda ini memang termasuk dalam kawasan perumahan bagi pejabat-pejabat tinggi Hindia Belanda dan Eropa, dan golongan menengah ke atas. Gaya arsitektur bangunan-bangunan di kawasan ini lebih dikenal dengan gaya “Indo-Eropa”, yang masih sarat dengan detai-detail berlanggam art deco. Di sepanjang kawasan ini pula masih dapat kita nikmati keindahan boulevard yang dihiasi deretan pepohonan besar yang rimbun. Tokoh Laksamana Muda Maeda Tadashi sendiri merupakan Perwira Tinggi Angkatan Laut Kekaisaran di Hindia Belanda.
Laksamana Maeda merupakan salah satu tokoh petinggi militer Jepang yang responsif terhadap situasi pergerakan dan kondisi menjelang Proklamasi Kemerdekaan pada saat itu. Laksamana Maeda menyediakan kediamannya dan menjamin keamanan penuh kepada para perintis kemerdekaan saat itu untuk segera menyiapkan teks proklamasi yang akan dibacakan esok harinya.
Rumah Djiaw Kie Siong, Rengasdengklok
Rumah Sejarah_ Rengasdengklok_di rumah ini, Bung Karno dan Bung Hatta didesak oleh para pemuda untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia |
Rumah ini sebenarnya sudah bergeser 200m dari tempat aslinya, karena terpaan erosi dari derasnya arus sungai citarum, sehingga pada tahun 1957 rumah ini dipindahkan dengan tetap mempertahankan bentuk dan material aslinya. Keturunan keluarga Djiaw Kie Siong-pun masih setia menempati dan merawat bangunan bersejarah ini.
Rumah Lengkong, Serpong – Tangerang.
Rumah Lengkong merupakan semacam rumah tinggal biasa seperti rumah-rumah betawi pada umumnya, yang menjadikan bangunan bersejarah ini istimewa adalah, peristiwa sejarah yang terjadi di desa Lengkong, tempat dimana bangunan ini berada ( pada saat itu markas tentara Jepang ). Dua bulan setelah Indonesia merdeka, di daerah Tangerang telah didirikan Akademi Militer atas prakarsa perwira muda Mayor Daan Mogot ( usia 16 tahun ).
Rumah Lengkong_ pada peristiwa Lengkong, rumah ini merupakan markas tentara Jepang |
Menjelang peralihan kekuasaan Jepang kepada Sekutu, di berbagai daerah termasuk Tangerang, terjadi perundingan-perundingan antara pihak Indonesia dengan Jepang, agar pihak Jepang dapat menyerahkan senjata dan perlengkapannya kepada Indonesia, serta mengatur pemulangan tawanan-tawanan sekutu. Tidak sedikit perundingan-perundingan tersebut berakhir dengan insiden atau pertempuran, termasuk Pertempuran di desa Lengkong, 25 Januari 1946.
Dalam insiden yang kemudian dikenal dengan “Peristiwa Lengkong” ini, 33 taruna dan 3 perwira, termasuk Mayor Daan Mogot sendiri gugur. Rumah Lengkong yang sederhana ini kini menjadi sebuah museum, tidak jauh dari bangunan ini terdapat Monumen Lengkong.
Gedung Juang Tambun – Bekasi.
Sedikit sekali orang yang mengetahui keberadaan bangunan bersejarah Gedong Juang Tambun atau Gedong Tinggi ini. Diperkirakan dibangun pada tahun 1906, milik tuan tanah keturunan Tionghoa, Kow Tjing Kie dan kemudian beralih ke Kouw Oen Huy hingga kemudian digunakan oleh tentara Jepang selama masa pendudukannya. Setelah Jepang kalah perang, dan memasuki masa perang kemerdekaan, bangunan ini kemudian diambil alih oleh Komite Nasional Indonesia, sebagai kantor Kabupaten Jatinegara, sekaligus menjadi Pusat Komando Perjuangan RI, terutama sebagai front pertahanan terdepan di daerah pesisir utara jawa barat.
Gedung Juang 45 Tambun, Bekasi atau yang juga dikenal dengan nama Gedong Tinggi |
Tahun 1947 Belanda/NICA berhasil mengambil alih gedung ini, saat Agresi Militer I, yang kemudian direbut kembali tahun 1950, menjadi Markas Batalyon “Kian Santang”/Siliwangi, sekitar tahun 60-an bangunan bersejarah ini dibeli oleh Pemerintahan Provinsi Jawa Barat, dan berapa kali menjadi gedung instansi pemerintah daerah hingga kini (?)
Rumah Perundingan Linggarjati.
Bangunan bersejarah ini, tempat diadakannya Perundingan Linggarjati antara pihak Indonesia dan pihak Belanda |
Museum Rumah Sejarah Kalijati.
Bangunan bersejarah berupa Rumah Mungil sekitar 10mx10m ini menjadi tempat Kapitulasi Pemerintahan Tinggi Militer Hindia Belanda dengan pihak Kekaisaran Jepang. 350 tahun pendudukan Belanda di Indonesia berakhir di sebuah rumah mungil di desa Kalijati. |
Museum Gedung Juang 45 – Jakarta.
Museum Gedung Juang 45 di jalan Menteng Raya 31. |
Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu.
Rumah Kediaman Bung Karno semasa pengasingannya di Bengkulu |
Rumah Pengasingan Bung Hatta di Bandaneira.
Bangunan rumah bersejarah-Kediaman Bung Hatta selama masa pengasingannya di Bandaneira, bersama beberapa tokoh lainnya, seperti Sutan Sjahrir, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Mr. Iwa Kusumasumantri |
Museum PDRI di Kototinggi, Sumatra Barat.
Museum Sejarah PDRI |
Hotel Yamato atau Hotel Oranye – Surabaya.
Oranje Hotel di Surabaya, salah satu hotel terbaik di jamannya, bahkan hingga kini. |
Insiden Bendera di Hotel Oranje |
Pada masa pendudukan Jepang Hotel ini berubah nama menjadi Yamato Hoteru, dan berubah fungsi menjadi penjara, hingga kedatangan sekutu setelah kekalahan Jepang di Asia. “Insiden Bendera” yang sangat melekat dengan bangunan bersejarah ini, dipicu oleh beberapa opsir Belanda yang mengibarkan bendera mereka tanpa persetujuan pemerintah RI di Surabaya.
Sikap Belanda yang tetap ingin mengibarkan bendera mereka akhirnya memicu pemuda-pemuda Surabaya menyerbu masuk dan naik ke bagian menara, yang kemudian merobek bagian warna biru bendera, dan mengibarkannya kembali menjadi bendera merah putih dengan disambut pekik “MERDEKA..!!”
Hotel Oranje tempo doeloe |
Hotel Oranje kini, berganti nama menjadi Hotel Majapahit, andai saja kedua menaranya masih ada.. |
Gedung Internatio – Surabaya.
Bangunan bersejarah-Gedung Internatio Surabaya |
Gedung Sate – Bandung.
Gedung yang dirancang oleh arsitek J Gerber ini diselesaikan pembangunannya pada awal tahun 1924, setelah melalui 4 tahun masa pekerjaan, dengan penempatan batu pertama dilakukan pada tanggal 27 Juli 1920 oleh Johana Catherina Coops, putri sulung Walikota Bandung B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia.
Gedung Merdeka – Bandung.
Sociëteit Concordia |
Gedung Merdeka, tampak depannya yang kental dengan langgam art deco |
Sekilas, penulis ingin menyisipkan untaian kata yang pernah terdapat pada reruntuhan dinding di masa perang kemerdekaan maupun dikumandangkan para pejuang, “Kami Cinta Damai…tapi Kami Lebih Cinta Kemerdekaan…” untaian kata yang spiritnya tertuang dalam Dasasila Bandung dan berkumandang ke seantero dunia melalui Konferensi Asia-Afrika yang berlangsung pada tanggal 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka Bandung.
Gedung Merdeka yang dulu bernama Sociëteit Concordia |
Seperti kota-kota besar lain di Hindia Belanda, Bandungpun memiliki gedung sebagai tempat sosialisasi bagi masyarakat Belanda dan Eropa, terwujud sebagai Sociëteit Concordia, nama yang pertama kali disandang gedung yang berlanggam art deco ini, gedung yang berdiri megah sejak tahun 1895 ini digunakan sebagai tempat sosialisasi masyarakat Belanda dan Eropa, terutama yang berdomisili di Bandung di masa itu.
Gedung Agung Yogyakarta.
Pada tahun 1824, A Payen, seorang arsitek Belanda ditunjuk oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada masa itu untuk merancang sebuah bangunan “istana”bagi Residen-residen Belanda, atas prakarsa Residen Yogya ke-18, Anthony Hendriks Smissaerat. Bangunan bersejarah ini sempat tertunda pembangunannya, karena pecahnya Perang Diponegoro atau Perang Jawa ( 1825-1830 ), bahkan sekitar tahun 1867, bangunan ini sempat runtuh karena terjadinya gempa bumi. Bangunan ini akhirnya dapat diselesaikan pembangunannya pada tahun 1869.Bangunan bersejarah_Gedung Agung Yogyakarta |
Bangunan bersejarah ini memiliki peran penting pada masa perang kemerdekaan, terlebih dengan hijrahnya pemerintah pusat RI ke Yogyakarta, karena mulai mendaratnya tentara sekutu dan NICA Belanda ke Jakarta, dan pada tanggal 6 Januari 1946, Yogyakarta resmi menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia, dan Gedung Agung Yogya resmi menjadi Istana Kepresidenan dan menjadi kediaman resmi Presiden I Republik Indonesia.
Dalam riwayatnya seiring dengan perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia selama perang kemerdekaan, bangunan bersejarah ini menjadi tempat dari berbagai peristiwa penting, seperti pelantikan Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar TNI, pelantikan dan pembentukan 5 kabinet RI di masa itu.
Kompleks Istana Negara dan Istana Merdeka – Jakarta.
Bangunan bersejarah ini menjadi saksi ketika perlahan tapi pasti…., bendera Kerajaan Belanda bergerak turun, disusul kemudian dengan naiknya Sang Merah Putih menjulang tinggi dan akhirnya berkibar di langit biru, yang kemudian serentak disambut dengan gegap gempita luapan kegembiraan dan pekik..MERDEKA…MERDEKA..dari rakyat Indonesia yang menyaksikan saat-saat yang sudah lama dinanti-nantikan. Pada di hari itu, tanggal 27 desember 1949, berakhir sudah masa penjajahan Belanda atas Kedaulatan Republik Indonesia.Istana Merdeka - Jakarta |
Bangunan bersejarah Istana Negara dan Istana Merdeka merupakan dua bangunan dalam satu kompleks, Istana Negara menghadap ke arah sungai Ciliwung atau sejajar dengan jalan Veteran, sedangkan Istana Merdeka menghadap ke arah Monas.
Istana Negara awalnya merupakan kediaman seorang pengusaha Belanda, J.A Van Braam yang kemudian diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai pusat kegiatan pemerintahan dan menjadi kediaman para Gubernur Jenderal Belanda. Dibangun pada tahun 1796, pada masa Pieter Gerardus Van Overstraten menjadi Gubernur Jenderal Hindia belanda, dan selesai pada tahun 1804.
Istana Negara - Jakarta |
Istana Merdeka dibangun pada sisi selatan di tahun 1873, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Loudon, selesai enam tahun kemudian pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johan Willem Van Landsbarge. Bangunan bergaya Neo-Klasik ini didesain oleh seorang arsitek bernama Drossares. Bangunan bersejarah inilah yang hingga hari ini untuk kesekian kalinya menjadi tempat diselenggarakannya Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Republik Indonesia yang diadakan setiap tahunnya di halaman depan Istana Merdeka.
DIRGAHAYU NEGERIKU…DIRGAHAYU BANGSAKU…DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE-68…SEMOGA ALLAH YANG MAHA ESA SELALU MEMBERIKAN LINDUNGAN DAN MELIMPAHKAN RAHMATNYA KEPADA NEGARA DAN BANGSA INDONESIA…AMIN…
Semoga artikel 17 Bangunan Bersejarah Di Tanah Air Kita ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua untuk selalu menjaga dan melestarikan nilai-nilai sejarah bangsa ini…Amin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar